Bagi negara yang posisinya diantara lempeng bumi, seperti Jepang, gempa bumi merupakan suatu gangguan yang hampir setiap hari terjadi. Untuk itu, diperlukan sistem peringatan dini yang bisa diakses semua orang sebelum gempa terjadi. Yup untuk menindaklajuti masalah ini, Citizen, produsen jam asal Jepang, menangkap peluang ini dengan menciptakan sebuah jam tangan dan jam dinding analog pendeteksi gempa yang di beri nama seismic watch.
Peranti tersebut. Di dalamnya, terdapat receiver EEW (early earthquake warning). EEW merupakan sinyal early warning system gempa bumi yang telah lama diterapkan di Jepang. Sistem sinyal itu dikelola Lembaga Meteorologi Nasional. Sinyal tersebut dipancarkan oleh lebih dari seratus stasiun pemantau gempa yang tersebar di seluruh negara tersebut. Dalam keadaan normal, Seismic Watch berfungsi layaknya jam tangan biasa. Namun, ketika tiba-tiba menangkap sinyal EEW, ia akan langsung menghitung besarnya gempa dan interval waktu hingga gempa datang. Perhitungan ini berdasar data lokasi di mana jam sedang dipakai pemiliknya. Setelah menghitung, jam tersebut langsung memperingatkan pemiliknya lewat bunyi alarm dan getaran. Putaran jarum jamnya akan makin cepat sesuai dengan intensitas perkiraan gempa. Sementara itu, jarum menit dan jarum detiknya akan memulai countdown hingga gempa benar-benar tiba. Rencananya, Seismic Watch akan dipasarkan pada 2010. Belum ada harga resmi yang dikeluarkan untuk format jam tangan. Sedangkan yang berbentuk jam dinding mungkin akan dijual seharga USD 170 atau sekitar Rp 1,6 juta. So, apakah jam ini tepat jika dipasarkan di Indonesia yang mana melihat secara geografis Indonesia juga termasuk daerah lempeng bumi yang sering terserang oleh gempa? kita lihat saja nanti.
WiSE : Alat Transportasi Alternatif Antarpulau
Oleh : ahma antah berantah
Akhir-akhir ini wajah transportasi Indonesia sedang suram, akibat beberapa kecelakaan transportasi yang terjadi beruntun di dalam negeri. Seolah musibah ini datang silih berganti, baik itu transportasi udara, darat, maupun laut. Korban jiwa yang jatuh dalam satu tahun terakhir ini pun tidak bisa dibilang sedikit. Kebutuhan akan transportasi yang aman dan nyaman merupakan hal penting dan sangat mendesak yang harus diperhatikan pemerintah. Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki lebih dari 10.000 pulau yang saling berdekatan. Dan tentu saja memiliki kebutuhan alat transportasi antar pulau yang tinggi. Saat ini kegiatan mobilitas penduduk antar pulau hanya dilayani dengan kapal laut dan pesawat udara. Selain kedua alat transportasi ini, apakah ada alternatif lain?
Dari segi waktu tempuh, jelas pesawat udara jauh lebih unggul dari kapal laut. Namun untuk jarak dekat, misalnya untuk penyeberangan antar pulau, kapal laut lah pilihan yang tepat. Tapi coba kalian pikirkan, mungkinkah kita menggabungkan keduanya? Maksudnya, mungkinkah kita dapat menciptakan kapal laut yang bersayap dan dapat terbang? Jawabnya adalah sangat mungkin!
Kapal bersayap adalah pesawat terbang yang sengaja dirancang untuk terbang rendah. Tujuannya adalah untuk mendapatkan efek permukaan (ground effect) yang berguna untuk menambah gaya angkat. Ternyata kendaraan ini sudah ada dan biasa dikenal dengan nama Wing in Ground/Surface Effect (WiGE atau WiSE). Jika dibandingkan dengan kapal laut, WiSE memiliki beberapa keunggulan yaitu meniadakan gaya hambat dari air laut dikarenakan kendaraan ini berada beberapa centi diatas permukaan air laut. Tentu saja kecepatan yang didapat bisa jauh lebih tinggi, waktu tempuh lebih singkat dan efisiensi bahan bakar jadi lebih baik daripada kapal laut. Untuk kedepan, mungkin kendaraan ini dapat dimanfaatkan sebagai tranportasi alternative bagi Negara kepulauan disamping pesawat terbang yang menghabiskan lebih banyak biaya.
Prinsipnya, WiSE memanfaatkan efek penempatan udara permukaan yang terjadi pada objek benda yang terbang rendah. Efek tambahan gaya angkat ini dipertahankan dengan kecepatan terbang yang sesuai dan bentuk aerodinamik yang sesuai pula. Gaya angkat pada sayap terbang terjadi akibat adanya perbedaan tekanan dipermukaan atas dan permukaan bawah sayap akibat dari gerak relatif udara terhadap sayap. Namun, konsekuensi dari perbedaan tekanan ini adalah terjadinya ‘kebocoran’ tekanan di ujung tepi sayap (wing tip), dan terjadi kerugian gaya angkat. Saat terbang rendah, down wash yang tercipta di tepi sayap ini ‘terhalang’ oleh permukaan, sehingga didapatlah tambahan gaya angkat.
WiSE craft memang belum dikenal di Indonesia. Namum bukan berarti jenis kendaraan ini belum pernah ada di dunia. Beberapa konsep WiSE craft yang telah ada antara lain KM Ekranoplan dan Lun Ekranoplan buatan Uni Soviet dan Pelikan yang dibuat oleh Boeing. Sudah seharusnya WiSE menjadi pilihan alternatif untuk Indonesia mengingat profil geografis Indonesia yang sangat cocok untuk WiSE. Saat ini Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) tengah mengembangkan dan merancang prototipe kapal bersayap ini. Dalam pengerjaanya, BPPT bekerjasama dengan institusi pendidikan seperti ITB dan ITS. WiSE craft-8 yang saat ini sedang dikerjakan, menggunakan material komposit dengan tenaga penggerak single propeler. Kapal bersayap ini memiliki kapasitas 8 penumpang dan mampu terbang rendah dengan kecepatan 80 -120 knots, atau tiga kali lebih cepat dari kapal laut biasa.
Harapan kedepan, semoga saja alat transportasi WiSE dapat dikembangkan oleh industri nasional untuk memenuhi kebutuhan transportasi laut nasional. Kabarnya, prototipe WiSE craft 8 BPPT-ITB saat ini sedang dibuat di daerah Serang, Banten. Kita tunggu saja!(www.forumsains.com)
0 komentar:
Posting Komentar