Mendakwahkan Islam Yang Indah
Oleh : Tasri Firdaus.
Oleh : Tasri Firdaus.
“Karya itu harus serius, harus bisa dipertanggung jawabkan di dunia dan akhirat. Karya itu tidak boleh sekedar omong kosong, tapi mesti bermutu, berkualitas, dan bermuatan misi rahmatan lil’alamin, karya itu mesti membangun jiwa dan mengandung nilai kebajikan bagi manusia dan kemanusiaan adan seluruhnya”. (Habiburrahman al Shirazy).
Penulis, cerpenis, da’i dan penyair lulusan al-azhar ini adalah Habiburahman El shirazy. Penulis berbakat yang tenar melalui Novel fenomenal “Ayat-Ayat Cinta” yang mendapat predikat best seller dengan penjualan seratus lima puluh ribu lebih eksemplar, dengan sendirinya Iapun mendapatkan royalty sebesar setengah miliar lebih. Jika royalty setiap buku yang laku sepuluh persen. Maka, siapapun anda yang berniat menjadi penulis professional, berbahagialah, ternyata penulis itu bisa kaya!
Kang Abik sapaan akrab Habiburrahman el Shirazy yang juga disebut sebagai pengarang semarang ini, ternyata dengan dunia tulis menulis sudah menjadi hobinya sejak di bangku SD dulu. Ada sedikit cerita, dulu waktu di kelas ketika guru memberikan tugas untuk menulis pengalaman semasa liburan dalam karangn bebas, kang Abik mampu menghasilkan tulisan rapi dan enak di baca. Bahkan, saat duduk di kelas 6 madarasah Diniyyah, mendekati ujian akhir, kang Abik meringkas semua mata pelajaran di atas kertas folio dengan tulisan arab pegon yang rapi dan indah, bahkan teman-temannya pun memfotokopi ringkasan kang Abik dengan hati riang gembira karena tak perlu susah payah lagi membuat salinan yang baru untuk belajar.
Kang Abik mulai menghirup udara dunia setelah berada kurang lebih sembilan bulan di kandungan ibunya bertepatan pada saat adzan maghrib berkumandang. Pada hari kamis, 30 september 1976, dengan nama kecil Habibul Walid. Namun kang Abik kecil ternyata sering sakit-sakitan, dan anehnya sakitnya ini tidak kunjung sembuh meskipun telah di obatkan ke dokter. Kemudian sang ayah yang bernama K.H Saerozi Noor dan Sang ummi Hj. Siti Rodliyah ingat bahwa mereka pernah bernadzar memberi nama anak pertama dengan nama Habiburrahman (Kekasih Allah yang yang maha Pengasih). Syukur setelah berganti nama, kang Abik berangsur sembuh hingga ahirnya dapat melahirkan novel fenomenal Ayat-Ayat Cinta yang penuh akan makna dan dakwah pembangun jiwa, bisa disimpulkan bahwa nama kecil kang Abik adalah sebuah nadzar yang terlupakan.
Kang Abik adalah sulung dari 6 bersaudara, yaitu Ahmad Munib, Ahmad Mujib, Ali Imran, Taridatul Ulya dan M. Ulin Nuha. Kang Abik dan saudaranya hidup dalam tradisi santri yang ketat, dan tumbuh besar dalam asuhan Abi dan Umminya. Tidak ada campur tangan pembantu, apalagi baby sitter, sungguh betapa bersyukurnya kang Abik yang ditakdirkan oleh Allah bisa tumbuh, besar dan dewasa langsung dibawah kasih sayang kedua orang tua sendiri, sesuatu yang mulai langka di zaman serba modern ini.
Latar belakang pendidikan kang Abik sejak sekolah dasar hingga sampai ke mesir sangat mengagumkan, ini diungkapkan adiknya, yang dalam dunia tulis menulis menggunakan nama “Anif sirsaeba el shirazy” yang selalu bersaing dengan kang masnya, bahwa waktu SD kang Abik selalu rangking pertama, sampai kelas 6, bahkan saat kelulusan, kang Abik tidak hanya terbaik di SD sekampung, tapi juga masuk dalam jajaran siswa terbaik se kota semarang. Karena nilai murninya tinggi. Ketika sekolah madrasah diniyyah di sore hari, kang Abik juga selalu unggul dari adik-adiknya. saat kelas 6 madrasah diniyah, kang Abik memperoleh penghargaan karena telah mampu menghafal Nadham Nafham Imrithy karya Syaikh Syafatuddin Yahya al imrithy.
Penulis Trilogi Ketika Cinta Bertashbih ini, sewaktu kelulusan ia berhasil menorah rangking 1, begitu juga dalam setiap lomba haflah ahirussanah yang di adakan di pesantren, waktu lomba pidato misalnya, kang Abik dapat juara pertama. Semua ini terus berlanjut ketika kang Abik di madrasah aliyah program khusus (MAPK) surakarta. Menyabet juara satu lomba pidato remaja se-karesidenan surakarta. Juara 1 lomba bahasa arab se-Jateng dan DIY, sampai juara 1 lomba bahasa arab tingkat nasional yang di adakan di UGM Yogyakarta dan gara-gara prestasinya yang segudang itulah, saat masih duduk di bangku MAPK Solo, profil kang Abik pernah di muat di majalah Rindang, sebuah majalah yang dikelola oleh Depag Provinsi Jateng, Tak ayal prestasinya yang luar biasa tersebut membuat ke dua orang tuanya menaruh bangga padanya.
Melihat prestasi kang Abik yang begitu memukau kita sempat bertanya, siapa orang yang paling berpengaruh di balik prestasi kang Abik? Maka, jawab penulis novelet “Pudarnya Pesona Cleopatra” yang juga pernah berkunjung ke YPRU saat perayaan Haul tahun lalu pun menjawab “Ummi Ummi dan Ummi”, sosok kang Abik sangat mengagumi ibunya, karena ia berpendapat kasih seorang ibu kepada anaknya itu tak bisa digantikan oleh siapa pun, termasuk oleh seorang bapak yang paling sayang dan penuh perhatian di dunia ini sekalipun, sebab hanya seorang ibulah yang mengalirkan air susunya yang bercampur kasih sayang yang akan menguatkan jiwa anaknya dan melembutkan hatinya, bisa memberikan rasa aman, ketentraman dan menyalakan hati anaknya dikemudian hari.
Sungguhlah beruntung seorang wanita yang mendapatkan cinta kang Abik. wanita itu adalah Musyaratun Sa’idah yang kini telah memberikan seorang buah hati untuk kang Abik yang bernama Muhammad Neil Author.
Dalam bersastra Kang Abik sangat mengidolakan Abdullah bin mubarok. Beribadah dan ikut bersaham dalam menyampaikan risalah islam yang indah adalah visi dan misinya dalam menulis. Iapun meyakini dalam menjalani hidup ini ingin seperti air mengalir dengan alami dan terus mengalir dan tak pernah berhenti, meskipun di bendung, air terus berusaha menerobos untuk maju. Di manapun air berada selalu berusaha menjadi salah satu unsure lahirnya tunas kehidupan baru, selalu membersihkan, air termasuk benda di alam semesta ini yang selalu taat dan patuh mengikuti aturan hukum Allah SWT.
Wah pokoknya penuh akan sifat keteladanan dech, jadi pas banget kan potret edisi kali ini ngangkat profil kang Abik, eh ya kang Abik juga telah merampungkan program magister (S2) di institute for Islamic Studies, Cairo. Pokoknya pesan kang Abik menulis bukanlah bakat luar biasa dari seseorang, tapi usaha keras dan giat untuk menghasilkan karya sastra![ahma]
Kang Abik sapaan akrab Habiburrahman el Shirazy yang juga disebut sebagai pengarang semarang ini, ternyata dengan dunia tulis menulis sudah menjadi hobinya sejak di bangku SD dulu. Ada sedikit cerita, dulu waktu di kelas ketika guru memberikan tugas untuk menulis pengalaman semasa liburan dalam karangn bebas, kang Abik mampu menghasilkan tulisan rapi dan enak di baca. Bahkan, saat duduk di kelas 6 madarasah Diniyyah, mendekati ujian akhir, kang Abik meringkas semua mata pelajaran di atas kertas folio dengan tulisan arab pegon yang rapi dan indah, bahkan teman-temannya pun memfotokopi ringkasan kang Abik dengan hati riang gembira karena tak perlu susah payah lagi membuat salinan yang baru untuk belajar.
Kang Abik mulai menghirup udara dunia setelah berada kurang lebih sembilan bulan di kandungan ibunya bertepatan pada saat adzan maghrib berkumandang. Pada hari kamis, 30 september 1976, dengan nama kecil Habibul Walid. Namun kang Abik kecil ternyata sering sakit-sakitan, dan anehnya sakitnya ini tidak kunjung sembuh meskipun telah di obatkan ke dokter. Kemudian sang ayah yang bernama K.H Saerozi Noor dan Sang ummi Hj. Siti Rodliyah ingat bahwa mereka pernah bernadzar memberi nama anak pertama dengan nama Habiburrahman (Kekasih Allah yang yang maha Pengasih). Syukur setelah berganti nama, kang Abik berangsur sembuh hingga ahirnya dapat melahirkan novel fenomenal Ayat-Ayat Cinta yang penuh akan makna dan dakwah pembangun jiwa, bisa disimpulkan bahwa nama kecil kang Abik adalah sebuah nadzar yang terlupakan.
Kang Abik adalah sulung dari 6 bersaudara, yaitu Ahmad Munib, Ahmad Mujib, Ali Imran, Taridatul Ulya dan M. Ulin Nuha. Kang Abik dan saudaranya hidup dalam tradisi santri yang ketat, dan tumbuh besar dalam asuhan Abi dan Umminya. Tidak ada campur tangan pembantu, apalagi baby sitter, sungguh betapa bersyukurnya kang Abik yang ditakdirkan oleh Allah bisa tumbuh, besar dan dewasa langsung dibawah kasih sayang kedua orang tua sendiri, sesuatu yang mulai langka di zaman serba modern ini.
Latar belakang pendidikan kang Abik sejak sekolah dasar hingga sampai ke mesir sangat mengagumkan, ini diungkapkan adiknya, yang dalam dunia tulis menulis menggunakan nama “Anif sirsaeba el shirazy” yang selalu bersaing dengan kang masnya, bahwa waktu SD kang Abik selalu rangking pertama, sampai kelas 6, bahkan saat kelulusan, kang Abik tidak hanya terbaik di SD sekampung, tapi juga masuk dalam jajaran siswa terbaik se kota semarang. Karena nilai murninya tinggi. Ketika sekolah madrasah diniyyah di sore hari, kang Abik juga selalu unggul dari adik-adiknya. saat kelas 6 madrasah diniyah, kang Abik memperoleh penghargaan karena telah mampu menghafal Nadham Nafham Imrithy karya Syaikh Syafatuddin Yahya al imrithy.
Penulis Trilogi Ketika Cinta Bertashbih ini, sewaktu kelulusan ia berhasil menorah rangking 1, begitu juga dalam setiap lomba haflah ahirussanah yang di adakan di pesantren, waktu lomba pidato misalnya, kang Abik dapat juara pertama. Semua ini terus berlanjut ketika kang Abik di madrasah aliyah program khusus (MAPK) surakarta. Menyabet juara satu lomba pidato remaja se-karesidenan surakarta. Juara 1 lomba bahasa arab se-Jateng dan DIY, sampai juara 1 lomba bahasa arab tingkat nasional yang di adakan di UGM Yogyakarta dan gara-gara prestasinya yang segudang itulah, saat masih duduk di bangku MAPK Solo, profil kang Abik pernah di muat di majalah Rindang, sebuah majalah yang dikelola oleh Depag Provinsi Jateng, Tak ayal prestasinya yang luar biasa tersebut membuat ke dua orang tuanya menaruh bangga padanya.
Melihat prestasi kang Abik yang begitu memukau kita sempat bertanya, siapa orang yang paling berpengaruh di balik prestasi kang Abik? Maka, jawab penulis novelet “Pudarnya Pesona Cleopatra” yang juga pernah berkunjung ke YPRU saat perayaan Haul tahun lalu pun menjawab “Ummi Ummi dan Ummi”, sosok kang Abik sangat mengagumi ibunya, karena ia berpendapat kasih seorang ibu kepada anaknya itu tak bisa digantikan oleh siapa pun, termasuk oleh seorang bapak yang paling sayang dan penuh perhatian di dunia ini sekalipun, sebab hanya seorang ibulah yang mengalirkan air susunya yang bercampur kasih sayang yang akan menguatkan jiwa anaknya dan melembutkan hatinya, bisa memberikan rasa aman, ketentraman dan menyalakan hati anaknya dikemudian hari.
Sungguhlah beruntung seorang wanita yang mendapatkan cinta kang Abik. wanita itu adalah Musyaratun Sa’idah yang kini telah memberikan seorang buah hati untuk kang Abik yang bernama Muhammad Neil Author.
Dalam bersastra Kang Abik sangat mengidolakan Abdullah bin mubarok. Beribadah dan ikut bersaham dalam menyampaikan risalah islam yang indah adalah visi dan misinya dalam menulis. Iapun meyakini dalam menjalani hidup ini ingin seperti air mengalir dengan alami dan terus mengalir dan tak pernah berhenti, meskipun di bendung, air terus berusaha menerobos untuk maju. Di manapun air berada selalu berusaha menjadi salah satu unsure lahirnya tunas kehidupan baru, selalu membersihkan, air termasuk benda di alam semesta ini yang selalu taat dan patuh mengikuti aturan hukum Allah SWT.
Wah pokoknya penuh akan sifat keteladanan dech, jadi pas banget kan potret edisi kali ini ngangkat profil kang Abik, eh ya kang Abik juga telah merampungkan program magister (S2) di institute for Islamic Studies, Cairo. Pokoknya pesan kang Abik menulis bukanlah bakat luar biasa dari seseorang, tapi usaha keras dan giat untuk menghasilkan karya sastra![ahma]
0 komentar:
Posting Komentar