Save Our Haritage
Yup untuk kali ini suara mereka mengangkat tema tentang warisan kebudayaan Indonesia. Diakui atau tidak, kita sudah terlena, mungkin juga sudah lupa dengan kebudayaan original Indonesia. Dulu ketika masih banyak tanah lapang, banyak anak-anak bermain khususnya di jawa gobak sodor, cublek-cublek suweng, bentengan, bangggalan dan masih banyak lagi permainan tradisional khas Indonesia yang lain. Itu baru segelintir saja, padahal Indonesia terkenal akan bangsa yang multikultural, bangsa yang beranekaragam modelnya. Pasti banyak bangetkan kebudayaan yang dihasilkan? Tapi kenapa saat ini banyak sekali kebudayaan yang hilang atau lebih tepatnya tak terurusi dengan baik?
Nah untuk itu mari kita simak penuturan sobat-sobat daus kalau lagi ngomongin masalah kebudayaan, ada yang ngrundel, biasa aja atau ada juga yang cuek lho. Yang jelas semua kembali pada pribadi kita masing-masing, Bagaimana menyikapi realita save our heritage ini.
Bukan Salahnya Malaysia
Al-Amin XI IPS 1
Negara kesatuan Republik Indonesia atau yang bisa kita kenal dengan NKRI, yang terdiri dri berbagai suku bangsa (jawa, Madura, bugis, dayak), tentunya memiliki seambrek kebudayaan mulai dari lagu, tari-tarian , batik dan masih banyak lagi deh.
So, sebagai bangsa yang punya banyak kebudayaan tentu patut berbangga dengan semua itu. Dengan adanya keaneka ragaman budaya, Indonesia kelihatan lebih wah dimata negara lain. Yang jadi pertanyaanku disini, mengapa bangsa lain yang notabene adalah negara tetangga sendiri sebut saja Malaysia, kok bisa-bisanya mengakui kalau Reog Ponorogo dan lagu Rasa Sayang-sayange itu bagian dari kebudayaan mereka? Padahal kita kan tahu kalau Reog Ponorogo dan lagu Rasa Sayang-sayange itu merupakan bagian dari kebudayaan Indonesia yang diwariskan secara turun-temurun oleh nenek moyang kita? Apa mungkin karena Malaysia tidak memiliki kebudayaan sendiri sehingga mengakui kebudayaan negara lain? Atau mungkin karena saking apiknya kebudayaan bangsa Indonesia?
Tapi, menurut analisisku semua itu bukan salahnya Malaysia tetapi salahnya bangsa Indonesia sendiri yang tidak mau ngopeni dengan baik atau ngurusi kebudayaannya sehingga hal itu dimanfaatkan oleh Malaysia untuk mengakui kebudayaan tersebut. So, mulai sekarang marilah kita jaga dan melestarikan kebudayaan kita agar tidak dicaplok oleh Negara lain.
Indonesia Gudangnya
Ar-Rosyan IPA 2
Kalau bicara tentang kebudayaan, Indonesia gudangnya. Berbagai macam kebudayaan bisa dijumpai disini, tapi saking banyak macamnya, Indonesia kualahan menjaga kebudayaan tersebut dan akhirnya lambat laun satu persatu kebudayaan tersebut menghilang dan nggak terurusi.
Dengan diambilnya kebudayaan Indonesia oleh Negara lain, kini kebudayaan yang dimiliki negara kita semakin berkurang. Dan timbullah tanda tanya besar mengapa negara Indonesia cuma diam saja? Padahal kebudayaan kita (kebudayaan Indonesia) diambil oleh negara lain. Apa negara kita merelakan begitu saja, kalau negara lain mengambil kebudayaan milik kita begitu saja, apa karena sudah lama timbul kebudayaan baru? Dan haruskah meninggalkan kebudayaan lama? Dan bagaimana dengan kebudayaan nenek moyang kita yang sudah diwariskan kepada kita?
Seharusnya kita sebagai pewaris kebudayaan, harus melestarikan dan menjaga kebudayaan tersebut, sebagai penghormatan kepada nenek moyang kita, bukannya ditelantarkan begitu saja hingga diambil (diakui) negara lain. Sebagai pewaris harusnya kita melestarikan kebudayaan-kebudayaan yang sudah diberikan oleh nenek moyang kita.
Disamping itu, kita juga bisa menjaga kebudayaan-kebudayan yang sudah lama. Dengan sepenuhnya, kita harus menjaga kebudayaan kita dan kita ambil kembali hak milik kita yang udah diambil negara lain. We must keep our cultures! Don’t forget it!!!
Indonesia Banget
Oleh : bathik madrim
Entah apa yang membuat bangsa kita ini kian terpuruk dalam mengurus kebudayaannya sendiri. Padahal kita tahu pemerintah juga memeliki dinas yang khusus bekerja mengurusi bagian ini. Apa mereka terlalu sibuk mengurus perut sendiri hingga masalah yang seharusnya mereka tangani dengan baik malah menjadi tidak karuan bentuknya. Mungkin benar saja, karena memang wajah kepemimpinan Indonesia ini dari dulu sudah amburadul tak karuan para’e. Tak ada efesiensi, tak professionalitas dan sering nggak beres dalam melaksanakan pekerjaan, itu semua adalah borok gawan bayi Indonesia dari dulu.so, tak kaget kalau jadinya ya kayak gini. Indonesia banget gitu loh……..!!!!
Kompromi Dulu
Ahmad Humam XI IPS one
Yup, akhir-akhir ini aku sering mendenger di media masa mengenai kebudayaan Reog dari Jawa Timur yang didaku oleh Malaysia, oh ya ternyata bukan cuma reog doang yang di daku olehnya lhoh, mulai dari lagu-lagu, tarian, musik dan banyak lagi yang sudah di klaim menjadi hak milik mereka, apa ya yang sebenernya terjadi, kok bisa begini? Kalo dilihat dari akar historisnya, katanya zaman dahulu Malaysia pernah belajar diIndonesia, nah dari situ mungkin Malaysia menganggap kita (Indonesia) sebagai guru atau orang tuanya, jadi ada kemungkinan Malaysia menganggap dirinya sebagai anak didik dan merasa bahwa dia berhak atas warisan orang tua atau gurunya, dan juga mungkin karena orang tuanya lagi sibuk ngurusin negara dan perangkatnya, sebagai anak yang sudah mandiri dan lebih pintar dari pada orang tuanya, Malaysia merasa berkewajiban memoles warisan orang tuanya, hanya saja anak sama orang tuanya nggak mau berkompromi dahulu. Ibaratnya anak sama bapak dalam satu rumah, bapaknya lagi sibuk cari duit buat perut sendiri atau mungkin juga lagi nyari istri baru (kebudayaan baru), sedangkan si anak lagi enak-enakan ikut gank motor, udah gitu dia bilang kalau motor itu punya dia, “ini warisan bapak ku” katanya, dan kebetulan ada cewek yang mau beli motornya, terus dijual deh motor ama cewek itu, si anak pun pulang dengan uang segepok di sakunya, pada saat si bapak pulang dan tahu keadaan yang sebenernya, kontan aja si bapak marah-marah, coba si anak kompromi dulu sama bapaknya, kan ada kemungkinan bapaknya mengijinkan motornya di jual.
Kalau aku lihat dari ragam kebudayaan yang kita miliki, selain kebudayaan original asli produk sendiri, Indonesia juga memiliki ragam kebudayaan hasil filterisasi dari negeri lain,misalnya dari India, Arab, Cina dan banyak lagi. Hanya saja kita (mungkin) mengakui bahwa semua itu adalah kebudayaan asli bumi pertiwi kita. Jadi apa salahnya kalau mereka (Malasyia_red) juga mengikuti kita. Enjoy aja lagi.
GITU AJA KOK REPOT
Doel joni XI IPA 1
kalau dilihat dari masalahnya seharusnya ini bukanlah masalah yang harus dipikir rumit, ini lho kebiasaan orang kita kalau ada masalah remeh temeh saja di ribetin, tapi kalau masalah yang ribet malah di biarin lucu banget tahu ngak sich. Misalnya saja korupsi yang sudah mendarah daging di sini apa ada tindakan yang intensif untuk membrantasnya. Kalau di umpamakan itu, kita disuruh mencari ikan di samudra, malah kita mencari berlian yang ada di dasarnya kan repot jadinya capek dech! Cara penyelesaiannya ya mudah lah, kalau mereka mengambil kebudayaan kita kita jangan kalah dong sama mereka, kita sikat aja kebudayaan yang mereka miliki. Jadi impas kan tidak ada masalah lagi. Kalau mereka tidak menerima atas kelakuan kita, kita pun harus begitu tidak menerima atas kelakuan mereka. Gitu aja kok repot.
Lagian ngapain juga sich kita harus ngurusin masalah itu, bukannya kebudayaan kita memang sudah menjamur tak terhitung jumlahnya, ya kita ikhlasin ajalah, itung-itung biar ada citra baik bagi kita di mata dunia, bosan di juluki negara korup terus. Sekali-kali sodaqoh dikit ngapa sich kok pelit amat. So what gitu loh!
Sudah jelaskan komentar sobat-sobat daus di atas, ada yang cuek bebek, ada yang ber-idialisme, ada juga yang tenang-tenang aja. intinya semua kembali kepada diri kita masing-masing, apakah kita tega melihat kebudayaan kita yang semakin nggak terurus? Mari kita lesatarikan kebudayaan bangsa indonesia yang diwariskan kepada kita.
Untuk edisi depan suara mereka mengangkat tema Enam Mata Pelajaran Untuk UAN, bagi sobat-sobat yang punya unek-unek gelisah nggak menentu masalah ini, buruan kirim aja ke redaksi firdaus via kotak MDB or email ke firdaus_dausku@yahoo.co.id paling lambat 2 juni 2008.
0 komentar:
Posting Komentar